EMOSI MENURUT PANDANGAN ALKITAB (???)
Pada zaman sekarang perasaan menguasai akal dan bukan sebaliknya seperti yang Tuhan kehendaki. Karena banyak tekanan dan rintangan yang dihadapi manusia jaman sekarang, maka dibutuhkan pengendaian diri atau self control. Kekecewaan-kekecewaan tidak bisa dihindarkan, baik kekecewaan kecil ataupun besar, dan tentu saja akan timbul masalah baru akibat kekecewaan-kekecewaan tersebut. Maka tak ada yang lebih berbahaya jika kita membiarkan emosi menguasai kehidupan kita dan kita kehilangan self control (pengendalian diri).Ini merupakan suatu peringatan bahwa emosi harus selalu diperhitungkan dengan kemampuan berpikir dan kemauan.
Dalam buku ini juga dibagi 4 bab besar tentang emosi, yaitu
Pertama, kesalahan, merupakan emosi yang menyakitkan, hampir tidak ada emosi manusia yang begitu menekan dan menyakitkan seperti perasaan bersalah dan mencela diri sendiri. Jika perasaan menghukum diri sendiri sudah mencapai puncaknya, maka ia akan menggerogoti pikiran pada waktu siang dan akan menyerang pada waktu malam. Karena suara hati berbicara dari dalam pikiran manusia, maka kita tidak bisa melarikan diri dari perlakuan kejam yang terus menerus akibat kesalahan, kegagalan dan dosa yang kita perbuat.Tetapi, apakah semua kesalahan menimbulkan luka? Tentu tidak, perasaan bersalah bisa menjadi motivasi atau pendorong agar kita tidak melakukan kesalahan yang sama dan menjadi pribadi yang lebih baik. Menurut Dr. James Dobson perasaan bersalah terjadi apabila kita melanggar kode batiniah. Bersalah adalah sebuah pesan celaan dari hati nurani yangmengatakan “seharusnya kamu malu pada dirimu sendiri” (cebderung menyalahkan diri sendiri). Dari sini didefinisikan bahwa kesalahan adalah bisikan dari hati nurani kita. Dan kita percaya bahwa hati nurani itu berasal dari Allah, meskipun begitu, perasaan bersalah bukan berasal dari Allah melainkan dari Iblis, jadi sebagai manusia kita harus peka dan dapat membedakan mana yang berasal dari Allah dan mana yang berasal dari Iblis. Seperti tertulis dalam II Korintus 11:14 yang menunjukan bahwa Iblis menyatakan dirinya sebagai “malaikat terang” berarti dia berbicara sebagai wakil Tuhan yang palsu, bisikannya seolah-olah menggabung dengan suara Roh Kudus. Iblis menggunakan hati nurani untuk membunuh, menyiksa dan mencaci maki korbannya.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hati nurani adalah suatu kemamapuan mental yang kurang sempurna, ada kalanya hati nurani menghukum kita karena kesalahan dan kelemahan manusiawi yang tak dapat dihindarkan, pada waktu tertentu hati nurani tetap tidak gelisah meskipun malakukan kesalahan.Tetapi kita tidak bisa mengabaikan adanya hati nurani sebab Roh Kudus berbicara lewat hati nurani pula (Roma 9:1). Dalam hal ini peran orangtua sangatlah penting untuk mendidik anak, ada beberapa konsep yang dapat digunakan untuk mendidik anak, yaitu:
Pertama, kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu (Markus 12:30)
Kedua, kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Markus 12:31)
Ketiga, ajarlah aku melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku (Mazmur 143:10)
Keempat, takutlah akan Allah dan peganglah pada perintah-perintah-Nya karena ini adalah kewajiban setiap orang (Pengkotbah 12:13)
Kelima, tetapi buah roh ialah….penguasaan diri (Galatia 5:22, 23)
Keenam, barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan (Lukas 14:11)
Kedua, Kasih Romantik, pemutarbalikkan adalah melawan kenyataan, banyak orang muda keliru dalam mengartikan kasih. Kasih bukan saja sekadar perasaan gembira yang berlebihan, kasih atau cinta pada pandangan pertama itu menunjukkan bahwa kita jatuh cinta dengan cinta dan bukan lawan jenis.Banyak pasangan muda-mudi yang mudah jatuh cinta karena kegembiraan atau emosi yang berlebihan dan itu bersifat sementara dan pasti berakhir mengecewakan.Mengapa? Karena mereka hanya diperdaya oleh emosi sesaat tersebut. Cinta sejati datang bukan karena kemauan, untuk membedakan antara cinta sejati atau cinta sementara adalah waktu, kita tidak bisa menuruti saja kata hati, tapi juga perlu pertimbangan,jika ragu lebih baik tunda untuk mengambil keputusan yang lebih serius.Orang yang saling mengasihi tidak bertengkar dengan mengeluarkan kata-kata kasar dan penuh kebencian, dibubuhi dengan air mata dan kata-kata yang tidak senonoh, pertengkaran itu adalah pertengkaran yang tidak sehat dalam sebuah hubungan. Ada dua cara pasangan mengeluarkan emosi mereka, yaitu:
Pertama, memalingkan kemarahan dalam batin dengan diam-diam yang akan menumpuk sepanjang tahun, atau
Kedua, mengeluarkan kemarahan pribadi kepada pasangannya.
Dalam hal mendapatkan pasangan kita harus percaya bahwa Tuhan menjamin keberhasilan mendapatkan pasangan sesuai kehendak-Nya. Tetapi Dia tetap memberikan kepada kita pertimbangan untuk memutuskan, akal sehat dan kuasa untuk melihat masa depan dan kebebasan. Jika sering kita dengar bahwa kasih sejati akan tetap teguh sebagai batu karang dalam menghadapi setiap persoalan. Tetapi pada kenyataannya kasih bisa luntur karena sakit hati dan dilukai secara tiba-tiba dan sering kali terombang-ambing apabila diserang badai kehidupan. Dalam hal mencari pasangan sering terjadi ketakutan akan tidak menemukan seorang teman hidup, yang menyebabkan kita asal pilih pasangan tanpa ada pertimbangan, dan akhirnya karena salah pilih kita gagal dalam pernikahan.Bahkan jika itu cinta sejati memiliki peluang untuk kehancuran.Misalnya, cinta dapat hilang apabila seorang suami terlalu sibuk bekerja atau antara suami istri jarang ada bicara atau komunikasi. Cinta itu tidak mementingkan diri sendiri, memberi, mengabdi, meminta kedewasaan yang tak sedikit agar bisa terlaksana.kisah cinta remaja merupakan bagian yang menarik dari suatu pertumbuhan, tetapi jarang menemukan kriteria yang diperlukan demi hubungan yang lebih erat agar terjadi pernikahan yang berhasil.
Ketiga, kemarahan, dari buku ini dijelaskan bahwa Dr, James Dobson pada waktu mudanya sering marah, dia bangga jika dia bisa “menundukkan” lawannya, namun ia sadar setelah ia dewasa bahwa seperti tertulis dalam Amsal “jawaban yang lembut meredakan kemarahan” sehingga sekarang saat ia mulai akan arah ada Roh Kudus yang menegurnya.Sering kali di saat kita marah, secara tidak sadar mulut kita mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan dan kasar.Dalam Alkitab dijelaskan bahwa tidak semua kemarahan itu dosa dan melanggar perintah Allah. Dalam Efesus 4:26 memerintahkan kepada kita agar “ apabila kamu marah janganlah kamu berbuat dosa” ayat itu mengatakan adanya perbedaan antara perasaan yang kuat (strong feeling) dan mencari permusuhan yang secara tegas dihukum menurut Kitab Suci. Kemarahan bukan sekedar meluapkan emosi saja namun juga respon jasmaniah, karena dalam tubuh diperlengkapi dengan suatu system pertahanan yang otomatis yang disebut tehnik “menghindari”, ada pula beberapa faktor lain yang menyebabkan kemarahan diantaranya karena terlalu lelah, rasa malu yang keterlaluan, kekecewaan, dan kekesalan. Dan perlu diketahui bahwa kemarahan telah menampilkan banyak perasaan negatif yang hebat dalam diri manusia. Bahkan di Alkitab pun Rasul Paulus menunjukkan pertentangan batiniah dalam Roma 7: 21-24, sifat naluri kita yang berdosa yang memberi dorongan pada “kemarahan badaniah” yang harus dibedakan dengan kemarahan sebagai akibat kekecewaan atau sisitem endokrin, atau kebutaan emosi atau jiwa.Jika kemarahan dapat menimbulkan dosa ada sebuah pertanyaan apakah hidup ini bisa disucikan. Kita harus percaya bahwa Roh Kudus, melalui tindakan kasih anugerah Tuhan,membersihkan dan menyucikan hati ”Kisah Para Rasul 15:8,9 ” agar “tubuh dosa kita hilang kuasanya”(Roma 6:6).
Setelah dosa dihilangkan belum tentu dosa tidak akan berkuasa lagi karena hal tersebut tergantung pada pilihan kita. Kemarahan yang menyebabkan dosa adalah ketika kemarahan kita mendorong kita untuk menyakiti sesama kita. Sikap yang bermusuhan dan keinginan untuk menyakiti orang lain itu tidak dapat dibenarkan oleh siapapun. Menurut E Stanley Jones berpendapat bahwa orang Kristen cenderung lebih merasa berdosa karena reaksinya daripada tindakannya. Seperti Yesus mengajarkan kepada kita “memberikan pipimu yang lain” dan “berjalanlah dua mil lagi” (Matius 5:39, 41), sebab Ia tahu Iblis dapat menggunakan kemarahan dalam diri seseorang. Dalam Yohanes dikatakan bahwa kebencian kepada seorang saudara sama dengan pembunuhan (I Yohanes 3:15). Dengan demikian kemarahan bisa menjadi dosa dan dapat terjadi dalam pikiran, meskipun tidak pernah menampakkan dalam suatu sikap yang dapat dilihat orang.Penulis meyakini bahwa kebenaran itu bersatu, artinya antara Alkitab dan ilmu pengetahuan itu ada kaitannya, dan dalam keadaan apapun Alkitab tidak pernah salah.Untuk hal kemarahan ahli jiwa berpendapat bahwa kemarahan itu harus dikeluarkan atau diucapkan, sangat berbahaya jika menekan atau menahan perasaan. Apabila suatu kuasa emosi yang negative didorong dari pikiran sadar dan telah meletuskan kemarahan, maka ia memiliki suatu kekuatan untuk merobek-robek kita dari dalam. Proses dengan mana kita menjejalkan suatu perasaan yang kuat dalam pikiran tak sadar disebut “depresi” dan secara psikologis sangat berbahaya. Tekanan yang ditimbulkan biasanya muncul dilain tempat dalam bentuk tekanan batin, kegelisahan, ketegangan, atau kekacauan psikis. Dalam Alkitab mengajarkan agar kita “lambat untuk marah”, Allah tidak menghendaki kita menekan kemarahan kita, menyimpannya dalam ingatan kita tanpa menyelesaikannya, dalam surat rasul Paulus mengatakan supaya kita menyelesaikan kemarahan itu sebelum matahari terbenam dalam setiap hari ( Efesus 4: 26), yaitu secara efektif mencegah akumulasi kemarahan. Dalam buku ini tertulis cara untuk melepaskan emosi yang sudah memuncak, yakni:
Pertama, dengan membawa kemarahan itu dalam doa,
Kedua, menerangkan perasaan negative kita kepada orang ketiga yang telah dewasa imannya yang bisa member nasehat dan pengarahan,
Ketiga, debgan mendatangi si lawan dan menunjukan rasa kasih pengampunan,
Keempat, dengan pengertian bahwa Tuhan sering kali memperkenankan kejadian yang paling mengecewakan dan menjengkelkan sehingga dengan demikian mengajar kita untuk sabar dan bertumbuh,
Kelima, dengan menyadari bahwa tidak ada penghinaan oleh orang lain itu setara dengan kesalahan kita di hadapan Allah, dan tetap mengampuni kita.
Akibat dari kita tidak mengungkapkan kemarahan adalah timbulnya rasa kurang harga diri, sifat rendah diri, malu, tidak yakin dan selalu gelisah.
Keempat,menafsirkan suara hati, merupakan tujuan Roh Kudus untuk berurusan dengan manusia dengan cara yang lebih akrab dan pribadi, dengan memimpin, meyakinkan dan mempengaruhi.
Namun ada beberapa orang yang tidak bisa membedakan suara Allah dan suara batin sendiri.Dalam II Korintus 11:14 kita mengerti bahwa Iblis datang sebagai malaikat terang yang berarti dia menirukan pekerjaan Roh Kudus.Uraian ini bertujuan agar kita mengenali “bapa pendusta” yang telah memperoleh reputasinya atas orang-orang yang telah dicelakakannya, dan dia mempergunakan suara hati yang menghancurkan untuk melaksanakan tujuan jahatnya. Dan sangat sukar bagi kita untuk membedakan antara “ingin” dengan “kehendak” Tuhan menurut tafsiran kita. Sebuah suara hati dapat diuji dengan 4 kritera
Pertama, apakah hal ini bersifat Alkitabiah? Meneliti apa yang di ajarkan seluruh Alkitab ( Kisah Para Rasul 17:11), evaluasikan sifat
Kesimpulan
Saya dapat menyimpulkan bahwa dalam buku ini tertulis berbagai macam emosi yang ada dalam diri manusia, diantaranya kesalahan, kasih romantik, kemarahan dan suara hati. Emosi yang dibahas dalam buku ini tidak hanya dilihat dari segi perspektif ahli jiwa atau psikolog saja melainkan dilihat dari sisi Alkitabiah pula.Hal pertama yang dibahas dalam buku ini adalah kesalahan, setiap manusia pernah melakukan kesalahan, tetapi seharusnya dari kesalahan tersebutlah Tuhan ingin agar manusia termotivasi merubah hidupnya. Namun yang cenderung dilakukan manusia jika ia melakukan kesalahan adalah menghakimi dirinya sendiri sehingga dapat menimbulkan depresi. Perasaan bersalah itu berasal dari hati nurani, tetapi tidak semua suara hati nurani berasal dari Allah seperti perasaan bersalah ini yang berasal dari Iblis, sebab itu sebagai manusia kita harus peka terhadap suara hati nurani kita.Bagaimana kita bisa peka terhadap hati nurani agar bisa membedakan mana suara Allah dan mana yang datangnya dari si jahat?Caranya yaitu kita dekat dengan Tuhan senantiasa agar kita tahu dan peka mana suara Tuhan.Dan yang kedua ada kasih romantik, kasih yang bukan asal-asalan, tetapi suatu komitmen.
No comments:
Post a Comment
Jangan lupa like dan komennya ya
thankyou....