Saturday, January 27, 2018

MENGATASI KESULITAN BELAJAR



                                                             

           BAB I
   PENDAHULUAN
     Latar Belakang

Masalah adalah suatu keadaan yang tidak diharapkan oleh kita sebagai penyimpangan kecil dalam bidang kehidupan yang kita alami. Permasalahan yang timbul akibat adanya berbagai faktor yakni faktor internal dan faktoe eksternal. Ruang lingkup masalah di dunia pendidikan sangat beragam baik itu mikro maupun makro, seperti halnya dalam proses belajar mengajar. Masalah atau problem dalam pembelajaran sangatlah mungkin, dan ini bisa disebabkan beberapa faktor, bisa dari peserta didik sendiri atau dari pengajar (guru).
Belajar pada dasarnya merupakan proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu, sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya, para pelajar seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh perubahan tingkah laku sebagai mana yang diharapkan. Hal itu menunjukkan bahwa peserta didik mengalami kesulitan belajar yang merupakan hambatan dalam mencapai hasil belajar.
            Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita juga dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.
Sementara itu, setiap peserta didik dalam mencapai sukses belajar, mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada peserta didik yang dapat mencapainya tanpa kesulitan, akan tetapi banyak pula peserta didik mengalami kesulitan, sehingga menimbulkan masalah bagi perkembangan pribadinya.

Dalam menghadapi masalah itu, tidak semua peserta didik mampu memecahkannya sendiri. Seseorang mungkin tidak mengetahui cara yang baik untuk memecahkan masalah sendiri. Ia tidak tahu apa sebenarnya masalah yang dihadapi. Ada pula seseorang yang tampak seolah tidak mempunyai masalah, padahal masalah yang dihadapinya cukup bera

BAB II
         PEMBAHASAN

  Diagnosis Kesulitan Belajar


Dalam dunia pendidikan, diagnosis kesulitan belajar merupakan segala usaha yang dilakukan untuk memahami dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajar. Diagnosis mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar serta cara menetapkan dan kemungkinan mengatasinya, baik secara kuratif (penyembuhan) maupun secara preventif (pencegahan) berdasarkan data dan informasi yang seobyektif mungkin.
Dengan demikian, semua kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menemukan “kesulitan belajar” termasuk kegiatan diagnosa. Perlunya diadakan diagnosis belajar karena berbagai hal.

Pertama, setiap siswa hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk berkembang secara maksimal.

Kedua, adanya perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat, minat dan latar belakang lingkungan masing-masing siswa.

Ketiga, sistem pengajaran di sekolah seharusnya memberi kesempatan pada siswa untuk maju sesuai dengan kemampuannya.

Keempat, untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi oleh siswa, hendaknya guru beserta BP lebih intensif dalam menangani siswa dengan menambah pengetahuan, sikap yang terbuka dan mengasah ketrampilan dalam mengidentifikasi kesulitan belajar siswa.


Macam-Macam Kesulitan Belajar
Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004: 78) macam-macam kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam yaitu sebagai berikut :

Dilihat dari jenis kesulitan belajar terbagi menjadi 2, yaitu ,
Pertama ada yang berat; Kedua, ada yang ringan
Dilihat dari bidang studi yang dipelajari dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
Pertama, ada yang sebagian bidang studi;
Kedua, ada yang keseluruhan bidang studi
Dilihat dari sifat kesulitannya terbagi menjadi 2, yaitu ;
Pertama, ada yang sifatnya permanen/menetap;
Kedua, ada yang sifatnya hanya sementara.

Dilihat dari segi faktor penyebabnya terbagi menjadi 2, yaitu :
Pertama, ada yang karena faktor intelegensi;
Kedua, ada yang karena faktor non-intelegensi

Faktor-Faktor Penyebab Kesuliatan Belajar
Menurut Hallen (2005: 121-123) penyebab kesulitan belajar ada dua faktor penyebabnya yaitu sebagai berikut:

Pertama,Faktor internal
Pertama, Kurangnya bakat khusus untuk suatu situiasi belajar tertentu. Sebagai halnya intelegensi, bakat juga merupakan wadahuntuk mencapai hasil belajar tertentu. Peserta didik yang kurang atau tidak berbakat untuk suatu kegiatan belajar tertentu akan mengalami kesulitan dalam belajar.
 Kedua, Kurangnya kemampuan dasar yang dimiliki oleh peserta didik. Kemampuan dasar (intelegensia) merupakn wadah bagi kemungkinan tercapainya hasil belajar yang diharapkan.jika kemampuan dasar rendah, maka hasil belajar yang dicapai akan rendah pula, sehingga menimbulkan kesulitan dalam belajar.
Ketiga, Kurangnya motivasi atau dorongan untuk belajar, tanpa adanya motivasi yang besar peserta didik akan banyak mengalami kesulitan dalam belajar, karena motivasi merupakan faktor pendorong kegiatan belajar. Persaingan yang sehat antar individu maupun antar kelompok dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
Keempat, Faktor jasmaniah tidak mendukung kegiatan belajar, seperti gangguan kesehatan, cacat tubuh, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran dan lain sebagainya.
Kelima, Faktor hereditas (bawaan) yang tidak mendukung kegiatan belajar, seperti buta warna, kidal, cacat tubuh dan lain sebagainya.

Kedua,Faktor eksternal
Pertama, Faktor lingkungan sekolah yang tidak memadai bagi situasi belajar peserta didik, seperti cara mengajar, sikap guru, kurikulum atau materi yang akan dipelajari, perlengkapan belajar yang tidak memadai, teknik evaluasi yang kurang tepat, ruang belajar yang kurang nyaman dan sebagianya.
Kedua, Situasi keluarga yang kurang mendukung situasi belajar peserta didik, seperti rumah tangga yang kacau (broken home), kurangnya perhatian orang tua karena sibuk dengan pekerjaannya, kurangnya kemampuan orang tua dalam memberikan pengarahan dan lain sebagainya.
Ketiga, Situasi lingkungan sosial yang menggangu kegiatan belajar siswa, seperti pengaruh negatif dari pergaulan, situasi masyarakat yang kurang memadai, gangguan kebudayaan, film, bacaan, permainan elektronik, play station, dan sebagainya.

Berkaitan dengan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar sebagaimana yang telah diuraikan diatas, senada dengan itu Muhibbin Syah secara sederhana juga mengemukakan ciri-ciri siswa yang mengalami kesulitan belajar dan faktor-faktor penyebabnya.

Menurut Muhibbin Syah (2004: 173-174), “Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun kesulitan belajar juga dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah dan sering meninggalkan pelajaran”.
Selanjutnya ia menyebutkan secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yaitu: pertama,faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri, kedua,faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan yang datang dari luar diri siswa.

Cara Mengatasi Kesulitan Belajar
      PHOBIA SEKOLAH

Phobia sekolah bukan fobia sebenarnya, fobia ini jauh lebih kompleks dan meliputi gangguan kecemasan perpisahan (separation anxiety), agoraphobia, dan fobia sosial. Fobia sekolah adalah sebuah payung istilah untuk anak yang tidak ingin pergi ke sekolah karena kecemasan, dan kecemasannya tersebut yang dengan sengaja tidak pergi kesekolah dan biasanya tidak tidak tinggal di rumah (anak yang lebih tua atau remaja yang membolos sering menunjukkan perilaku anti-sosial, seperti terlibat dalam aktivitas kriminal).
Kelompok usia yang paling banyak mengalami fobia sekolah ada tiga, yaitu :
Pertama, anak yang berumur 5 sampai 7 tahun, dan dihubungkan dengan kecemasan yang berhubungan dengan kecemasan perpisahan.
Kedua, didominasi oleh anak berumur 11 sampai 12 tahun, yang disebabkan oleh kecemasan yang berhubungan dengan perubahan dari SD ke SMP, dan dihubungkan dengan fobia sosial.
Ketiga, anak yang berumur 14 sampai 16 tahun dan dihubungkan pada fobia sosial dan gangguan lain seperti depresi dan fobia lain.
Terdapat karakteristik keluarga yang mengindikasikan apakah anak memilki kecenderungan untuk lebih rentan mengalami gangguan kecemasan seperti fobia sekolah. Indikatornya adalah :
Pertama, terdapat anggota keluarga yang menderita masalah yang berhubungan dengan emosi atau kecemasan.
Kedua, orangtua yang bersikap overprotectif terhadap anak. Hal ini menyebabkan anak lebih sering bergantung pada orangtuanya dan takut pergi sendiri.
Ketiga, anak yang memilki Ibu yang sangat pencemas, dan kecemasan Ibunya dapat terpancar pada anaknya, sehingga membuat anak merasa bahwa ia memilki alasan untuk cemas (anak juga dapat meniru Ibunya, dan berperilaku dengan cara yang sama dengan Ibunya, cemas mengenai hal yang sama).
Keempat, anak memilki ayah yang hanya memainkan sedikit peran atau bahkan tidak sama sekali dalam pengasuhan anaknya.
Kelima, anak merupakan anak bungsu dalam keluarga sering menjadi yang paling rentan mengalami gangguan kecemasn karena ia dianggap selalu menjadi ‘bayi’ keluarga dan diperlakukan seperti itu. Apalagi, ketika orangtua tahu bahwa mereka tidak akan memilki anak lagi, mereka kadang-kadang ingin menjaga anaknya tersebut, dan ingin sangat dekat dengan mereka. Tanpa mereka sadari anak tersebut menjadi terlalu tergantung pada mereka.
Keenam, anak memilki penyakit kronis sehingga btuh untuk tergantung pada orngtuanya dan tidak memiliki kepercayaan diri untuk merasa sehat dan kuat dan mampu untuk mengatasi masalah kehidupan.
Ketujuh, anak sering berperilaku baik dan mampu secara akademis.

Kemungkinan pemicu fobia sekolah meliputi :
Pertama, diganggu oleh anak lain (mengalami bullying)
Kedua, pindah ke sekolah baru dan harus masuk ke sekolah baru dan berteman dengan teman baru.
Ketiga, tidak sekolah untuk waktu yang lama karena sakit atau liburan.
Keempat, kehilangan (seseorang atau hewan peliharaan)
Kelima, merasa terancam oleh kedatangan bayi baru
Keenam, mengalami pegalaman traumatik seperti disiksa, diperkosa, atau menjadi peristiwa tragis
Ketujuh, masalah di rumah seperti anggota keluarga sakit, perceraian, pemisahan
Kedelapan, kekerasan rumah tangga atau penyiksaan anak
Kesembilan, tidak memiliki teman yang baik
Kesepuluh, tidak populer, dipilih pada urutan terakhir dalam kelompok, dan merasa gagal secara fisik (dalam permainan)
Kesebelas, merasa gagal secara akademik
Keduabelas, takut pada serangan panik ketika perjalanan ke sekolah atau ketika sekolah.
Penanganan Fobia Sekolah
Penanganan fobia ini tergantung pada tindakan yang dilakukan oleh orangtua. Makin lama anak dibiarkan tidak masuk sekolah dan tidak mendapat penganganan apapun, makin lama masalah itu akan selesai. Namun, makin cepat ditangani, masalah tersebut biasanya akan berangsur-angsur pulih dalam waktu sekitar 1 atau 2 minggu.
Berikut merupakan beberapa cara untuk menangani fobia sekolah :
Pertama, tetap menekankan pentingnya sekolahdengan mengharuskannya tetap bersekolah setiap hari. Ketakutan yang dia alami akan bisa datasi dengan mengahadapinya secara langsung. Makin lama diijinkan tidak masuk sekolah, akan makin sulit mengembalikannya lagi ke sekolah, bahkan keluhannya akan sering dan meningkat. Selain itu, anak akan makin ketinggalan pelajaran, serta makin sulit menyesuaikan diri dengan teman-temannya.
Kedua, berusaha tegas dan konsisten saat bereaksi terhadap keluhan, rengekan, ataupun rajukan anak yang tidak mau sekolah. Jika ketika bangun pagi anak segar bugar, aktif dan sarapan pagi dengan baik, namun saat mau berangkat sekolah, tiba-tiba mogok sebaiknya orangtua tidak melayani sikap negosiasi anak dan tetap mengantarnya ke sekolah. Hindari sikap menjajikan hadiah jika anak mau berangkat ke sekolah, karena hal ini akan menjadi pola kebiasaan yang tidak baik. Anak tidak memilki kesadaran sendiri kenapa dirinya harus sekolah dan biasa memanipulasi orangtua dan lingkungannya. Anak jadi tahu bagaimana taktik atau strategi jitu dalam mengupayakan agar keinginannya terlaksana.
Ketiga, konsultasikan masalah kesehatan anak pada dokter. Jika orangtua tidak yakin akan kesehatan anak, bawalah segera ke dokter untuk mendapatkan kepastian tentang ada tidaknya masalah kesehatan anak. Jadi, ketika anak mengeluhkan sesuatu pada tubuhnya, orangtua dapat membawanya ke dokter yang buka praktek di pagi hari agar setelah itu anak tetap dapat kembali ke sekolah.
Keempat, bekerjasama dengan guru kelas atau asisten lain di sekolah. Orangtua bisa minta bantuan pihak guru atau asisten untuk menenangkan anak dengan cara-cara seperti membewanya ke perpustakaan, mengajak anak beristirahat sejenak di tempat yang tenang, atau pada anak yang lebih besar, guru dapat mendiskusikan masalah yang menjadi beban anak.
Kelima, luangkan waktu untuk berdiskusi atau berbicara dengan anak apa yang membuat anak takut, cemas atau enggan pergi ke sekolah.
Keenam, lepaskan anak secara bertahap. Orangtua perlu memberikan kesempatan pada anak untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Pada beberapa sekolah, ornagtua atau pengasuh diperbolehkan berada dalam kelas hingga 1-2 minggu atau sampai batas waktu yang telah ditentukan oleh pihak sekolah. Leaskan anak secara bertahap, misalnya pada hari-hari pertama, orangtua berada dalam kelas dan lama kelamaan bergeser sedikit demi sedikit di luar kelas namun masih dalam jangkauan penglihatan anak.
Ketujuh, konsultasikan pada psikologi atau konselor jika masalah terjadi berlarut-larut. Jika fobia sekolahnya dalam jangka waktu yang panjang, hal ini menandakan adanya problem psikologis yang perlu ditangani secara proporsional oleh ahlinya.


KESULITAN BELAJAR

Kesulitan belajar berasal dari istilah learning disability , yang arti sesungguhnya adalah ketidakmampuan belajar. Akan tetapi, dalam negara kita istilah ‘kesulitan belajar’ lebih sering dipakai dan dianggap lebih tepat dibanding dengan ‘ketidakmampuan belajar.’ Dan yang pasti, istilah kesulitan belajar dinilai lebih optimistik daripada ketidakmampuan belajar. Sehingga di Indonesia, learning disability lebih diterjemahkan dengan kesulitan belajar.
Definisi kesulitan belajar atau learning disability dikemukakan pertama kalinya di Amerika Serikat pada kisaran tahun 1997.
Kesulitan belajar adalah sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar atau kemampuan dalam bidang studi matematika. Gangguan tersebut intrinsik dan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi syaraf pusat.
Salah satu penyebab kesulitan belajar yang diduga berasal dari adanya disfungsi neurologis atau syaraf pusat inilah yang akhirnya menjadikan istilah kesulitan belajar tidak bisa disamakan dengan tuna grahita atau retardasi mental. Namun demikian, kesulitan belajar bisa saja terjadi bersamaan dengan adanya kondisi lain yang menggangu, misalnya ganguan sensoris, tuna grahita, hambatan sosial dan emosional.
Beberapa hal yang mengindikasikan kesulitan belajar pada seorang anak atau individu antara lain:
Pertama, kemungkinan adanya disfungsi neurologis
Kedua, adanya kesulitan dalam tugas-tugas akademik
Ketiga, adanya kesenjangan antara prestasi dengan potensi
Keempat, adanya pengeluaran dari sebab-sebab lain atau pengaruh lingkungan
Disamping disfungsi neurologis, terdapat pengaruh lingkungan yang diduga menjadi penyebab timbulnya kesulitan belajar, misalnya perbedaan budaya, pembelajaran yang tidak tepat dan/atau strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar seseorang atau peserta didik, pemberian ulangan penguatan (reinforcement) yang tidak tepat, tuntutan-tuntutan dari lembaga pendidikan dan/atau upaya mengajarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan seorang anak serta faktor-faktor psikogenik.
Disfungsi neurologis yang menjadi penyebab utama kesulitan belajar senyatanya juga dapat menyebabkan tunagrahita dan gangguan emosional.
Beberapa faktor yang menyebabkan disfungsi neurologis yang pada gilirannya akan menyebabkan kesulitan belajar antara lain:
Pertama, faktor genetik
Kedua,  luka pada otak karena trauma fisik atau karena kekurangan oksigen
Ketiga, biokimia yang hilang (misalnya biokimia yang diperlukan untuk memfungsikan syaraf pusat)
Keempat,  biokimia yang dapat merusak otak ( misalnya zat pewarna pada makanan)
Kelima,  pencemaran lingkungan (misalnya pencemaran timah hitam)
Keenam, gizi yang tidak memadai
Ketujuh, pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang dapat merugikan perkembangan anak (deprivasi lingkungan)
Apabila ditinjau dari aspek psikologi perkembangan, kesulitan belajar disebabkan oleh adanya kelambatan kematangan dari suatu fungsi neurologis. Oleh sebab itu, kesulitan belajar bersifat sementara sehingga banyak diantara anak-anak berkesulitan belajar yang tidak lagi memperlihatkan gejala-gejala kesulitan belajar setelah mereka remaja atau dewasa.
Secara garis besar, kesulitan belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu:
Pertama, kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disability);
Kesulitan belajar jenis ini mencakup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi serta kasulitan belajar dalam penyesuaian perilaku sosial. Kesulitan belajar ini sukar diketahui, baik oleh orang tua atau guru, karena tidak ada pengukuran-pengukuran sistematik seperti halnya dalam bidang akademik.
Kedua, kesulitan belajar akademik (academic learning disability);
Kesulitan belajar jenis ini menunjukkan pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut meliputi penguasaan ketrampilan dalam membaca, menulis dan matematika.
Berbeda dengan kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan, kesulitan belajar akademik ini dapat dengan mudah diketahui. Hal ini dikarenakan oleh adanya standar atau pengukuran sistematiknya, sehingga individu yang mengalami kesulitan belajar akademik dapat diketahui ketika ia gagal menampilkan salah satu atau beberapa kemampuan akademik.
Kesulitan belajar sebenarnya dapat diatasi atau ditangggulangi. Bahkan, ketika diketahui penyebab atau telah mengidentifikasi secara dini maka kesulitan belajar dapat dicegah sehingga tidak semakin parah.
Ada beberapa jalan yang bisa ditempuh untuk menanggulangi kesulitan belajar. Diantara beberapa solusi yang dapat digunakan untuk masalah kesulitan belajar adalah :
Pertama,  remedial teaching
Program pengajaran remedial atau remedial teaching pada hakikatnya adalah sebuah kewajiban bagi para guru/pendidik setelah mereka mengadakan evaluasi formatif dan menemukan beberapa peserta didik yang belum dapat meraih tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dalam setiap akhir kegiatan pembelajaran, pada tiap unit pelajaran selalu diadakan tes formatif demi mengetahui kemampuan dan hasil belajar peserta didik. Dalam evaluasi tersebut akan diperoleh peserta didik yang dianggap belum tuntas atau belum mampu mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Setelah adanya evaluasi tersebut, peserta didik yang belum menguasai bahan pelajaran diberikan pengajaran remedial. Hal ini dimaksudkan agar tujuan belajar yang telah ditetapkan sebelumnya dapat dicapai.
Kendati demikian, tak dapat dipungkiri juga bahwa masih ada saja peserta didik yang belum berhasil atau bahkan mengalami kegagalan dalam pembelajaran, meskipun telah mendapatkan program pengajaran remedial. Untuk kasus seperti ini biasanya dialami oleh anak berkesulitan belajar. Dan, tidak mungkin guru reguler atau guru kelas terus-menerus membantu para peserta didik atau anak-anak semacam itu. Maka kemudian, pemberian pengajaran remedial bagi anak berkesulitan belajar hendaknya diserahkan kepada guru yang memiliki keahlian khusus dalam pelayanan pendidikan bagi anak berkesulitan belajar. Guru tersebut biasa dikenal dengan guru remedial (remedial teacher). Dengan demikian, dalam sebuah lembaga pendidikan idealnya memiliki dua jenis guru, yakni guru reguler (baik guru kelas atau guru bidang studi) dan guru remedial yang khusus menangani dan memberikan pelayanan pendidikan serta pengajaran remedial bagi anak berkesulitan belajar.
Sebelum memberikan remedial teaching, seorang guru seyogyanya menegakkan diagnosis kesulitan belajar, yaitu menentukan jenis dan penyebab kesulitan belajar serta alternatif strategi pengajaran remedial –yang efektif dan efisien—yang akan diberikan kemudian. Dengan demikian, pemberian remedial teaching pada para peserta didik atau anak akan mendatangkan hasil yang diharapkan, sehingga tujuan belajar dapat tercapai serta anak/peserta didik akan mengalami keberhasilan dalam pembelajaran.
Kedua, asesmen
Asesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi tentang seorang anak/peserta didik, yang kemudian akan digunakan untuk bahan pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan anak/peserta didik tersebut.
Tujuan utama dari suatu asesmen adalah untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan program pembelajaran bagi anak yang memiliki kesulitan belajar.
Terkait upaya penanggulangan kesulitan  belajar, asesmen dilakukan untuk lima keperluan:
Pertama, penyaringan (screening)
Anak-anak/peserta didik berkesulitan belajar disuatu lembaga pendidikan diidentifikasi untuk menentukan anak/peserta didik mana yang memerlukan pemeriksaan yang lebih komprehensif.
Dalam screening ini dilakukan evaluasi sepintas, misalnya melalui observasi informal oleh guru, untuk menentukan siapa diantara anak-anak/peserta didik yang memerlukan evaluasi intensif
Kedua, pengalihtanganan (referral)
berdasarkan hasil evaluasi pada tahap screening, anak-anak/peserta didik kemudian dialih tangankan (referral)  pada seorang ahli, misalnya psikolog atau dokter untuk memperoleh pemeriksaan lebih lanjut.
Ketiga, klasifikasi (classification)
melalui hasil pemerikasaan dari seorang ahli, baik psikolog maupun dokter tersebutlah anak/peserta didik kemudian diklasifikasikan untuk menentukan apakah mereka benar-benar memerlukan pelayanan dan penanganan khusus.
Keempat, perencanaan pembelajaran (instructional planning)
dalam tahap ini asesmen dilakukan demi penyusunan program pengajaran individual
Kelima, pemantauan kemajuan belajar anak (monitoring pupil progress)
pada tahap ini asesmen dapat dilakukan dengan menggunakan tes formal, informal, observasi dan prosedur asesmen yang didasarkan pada kurikulum.
Proses pengumpulan informasi atau asesmen ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya melalui wawancara, observasi, pemgukuran informal dan tes baku formal. Berbagai metode pengumpulan informasi tersebut hendaknya tidak dilakukan secara sendiri-sendiri tetapi secara simultan. Pada waktu melakukan wawancara misalnya, dapat dilakukan observasi; begitu juga pada saat anak/peserta didik sedang mengerjakan tes baku formal.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari proses asesmen itulah kemudian dapat diambil berbagai tindak lanjut, baik berupa proses pembelajaran yang akan dipakai untuk anak/peserta didik berkesulitan belajar, ataupun penanganan lainnya terkait anak/peserta didik berkesulitan belajar.
Ketiga, program pendidikan individual
Program Pendidikan Individual atau Individualized Education Program adalah suatu program yang dikhususkan bagi anak/peserta didik yang memiliki masalah kesulitan belajar. Program ini merupakan bentuk pelayanan dari Pendidikan Luar Biasa bagi peserta didik/anak berkesulitan belajar. Namun sayangnya, di Indonesia program ini masih belum banyak dikenal dan diterapkan.
Dalam prakteknya, program pendidikan individual ini dikembangkan oleh guru PLB yang bertugas di lembaga pendidikan atau sekolah biasa. Program pendidikan individual ini diadakan bukan tanpa alasan. Dalam keberadaannya, program pendidikan individual ini senyatanya bermanfaat untuk menjamin bahwa setiap anak dan/atau peserta didik yang memiliki masalah kesulitan belajar mempunyai suatu program yang diindividualkan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan khas mereka dan mengkomunikasikan program tersebut kepada orang-orang yang berkepentingan dalam bentuk tertulis. Program semacam itu diharapkan dapat membantu para guru/pendidik untuk mengadaptasikan program umum dan/atau program khusus bagi anak berkesulitan belajar, yang bertolak dari kekuatan, kelemahan dan minat anak.
Program pendidikan indivisual ini seharusnya memuat lima pernyataan, yakni pernyataan tentang:
Pertama, taraf kemampuan anak/peserta didik saat ini
Kedua, tujuan pembelajaran umum dan penjabarannya dalam tujuan pembelajaran khusus
Ketiga, pelayanan khusus yang tersedia bagi anak/peserta didik
Keempat, proyeksi tentnag kapan dimulainya kegiatan dan waktu yang digunakan untuk memberikan pelayanan
Kelima,  prosedur evaluasi dan kriteria keberhasilan program
Tiga rancangan pembelajaran yang dapat dicoba diterapkan dalam menangani dan menanggulangi anak/peserta didik berkesulitan belajar antara lain:
Pertama,  melatih proses yang kurang
metode ini merupakan upaya untuk memperbaiki proses (bagian pelajaran/bab-sub bab) yang kurang atau memperbaiki ketidakmampuan anak/peserta didik serta menyiapkan mereka untuk belajar lebih lanjut.
Manfaat dari metode ini adalah untuk membantu anak/peserta didik membangun dan mengembangkan berbagai fungsi pemrosesan yang lemah melalui latihan.
Kedua, mengajar melalui proses yang disukai
pendekatan ini menggunakan modalitas kekuatan anak sebagai dasar strategi pembelajaran. Anak/peserta didik yang menyukai modalitas pendengaran sebagai sarana untuk belajar, diajar dengan menggunakan strategi pembelajaran yang lebih menekankan pada penggunaan indra pendengaran. Anak/peserta didik yang lebih menyukai modalitas penglihatan, diajar dengan strategi pembelajaran yang lebih menekankan pada penggunaan indera penglihat. Dan, anak/peserta didik yang lebih menyukai modalitas gerak, diajar melalui strategi pembelajaran yang mengutamakan gerakan.
Ketiga, pendekatan kombinasi
pendekatan pengajaran ini merupakan kombinasi dari dua pendekatan sebelumnya. Alasan diterapkannya metode ini adalah, guru tidak hanya perlu menekankan pada kekuatan pemrosesan, tetapi juga secara bersamaan psikologis memberikan landasan yang berguna dalam bidang kesulitan belajar.
Pendekatan pengajaran kombinasi ini memungkinkan guru untuk berupaya mengajar anak/peserta didik berkesulitan belajar, meskipun untuk itu guru harus bekerja keras.

Sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi anak untuk belajar ya, termasuk tingkat IQ anak yang berbeda, faktor lingkungan, keluarga, sekolah dan masih banyak lagi. So, kalau ada anak yang nilainya rendah, jangan langsung dimarahi tanpa bisa memberi solusi, ketahui penyebabnya dan cari solusi yang tepat. setelah mengetahui hal itu, dijamin deh sedikit-demi sedikit nilai anak akan merangkak naik.

No comments:

Post a Comment

Jangan lupa like dan komennya ya
thankyou....